June 11, 2010

analisa lukisan "ikan-ikan"


Apresiasi Seni
Analisa Lukisan “ikan-ikan” Koleksi Museum H.widayat

A. H.Widayat
H.Widayat adalah seorang maestro Indonesia yg terlahir di kutoarjo, Jawa Tengah 2 Maret 1919. Beliau dikenal sebagai perupa yang serba bisa,tidak hanya memanfaatkan cat dan kanvas, namun beliau juga memanfaatkan segala bahan untuk mencipta karya. Beliau mencipta dengan penuh dedikasi terhadap seni rupa dan diilhami oleh pengalaman-pengalaman beliau yang mendalam dan matang. Beliau juga dikenal religius. Beliau percaya bahwa segala pencapaian besarnya tidak lepas dari kuasa Sang Maha Pencipta . Beliau menjadikan alam sebagai objek dari sebagian besar lukisannya. Beliau mengganggap alam sebagai bentuk keindahan yang luar biasa. Karena alam tidak pernah janggal dan selalu seimbang.
Seniman yang memiliki 2 istri,11 anak dan 23 cucu ini sering dianggap sebagai penganut dekora-magis. H.Widayat menyandarkan aliran seninya pada aliran dekoratifisme, namun uniknya beliau juga memunculkan unsur-unsur magis dalam tiap karyanya. Hal ini menjadikan karyanya selalu menggetarkan. Dengan berbekal imajinasi yang kuat H.Widayat melukis dengan sangat teliti. Beliau memperhatikan komposisi warna dan garis dalam tiap karyanya.

Selain ahli melukis,beliau juga ahli dalam bidang pertanaman dan ikebana. Hal ini beliau pelajari saat beliau di Jepang dalam rangka mempelajari seni keramik. Selain itu beliau juga pernah bekerja sebagai Juru Ukur di Palembang tahun 1939,Juru Gambar Rel Kereta Api di Palembang, sempat bergabung dengan dinas ketentaraa din PMC( Penerangan Militer Chusus) dengan pangkat letnan satu,serta sebagai dosen ASRI Yogyakarta.
Beliau wafat tanggal 22 Juni 2002 di Jakarta karena penyakit gula. Dedikasinya terhadap seni rupa sudah sepantasnya kita apresiasi dengan cara mengapresiasi karya-karya beliau maupun karya-karya seni lainnya. Beliau adalah seorang maestro yang telah mengharumkan nama bangsa melalui karya-karyanya.
B. Museum H.Widayat
Museum H.Widayat adalah wujud nyata dari sebuah impian, obsesi dan prestasi dari pelukis H. Widayat. Impian dan obsesinya untuk memelihara dan mengabadikan karya-karya pelukis muda, khususnya mahasiswa Akademi Seni Rupa Indonesia/ASRI (Institut Seni Indonesia/ISI).

Selama lebih dari 40 tahun, sebelum akhirnya terealisasi, memiliki museum merupakan cita-cita H. Widayat, mungkin itu adalah obsesi terbesar dari seorang H. Widayat. Bukan saja sebagai tempat memamerkan karya-karya pribadinya maupun karya-karya pelukis dan perupa lain, tetapi sebagai seniman yang menjadi dosen Akademi Seni Rupa Indonesia, motivasi utamanya adalah menjadikan museum pribadinya sebagai tempat untuk belajar dan mengapresiasi karya seni.
Sepulang dari belajar di Jepang pada tahun 1962, usulan untuk membuat museum ini muncul dan disodorkan oleh kawan dekatnya, Fadjar Sidik. Ide mendirikan museum ini sebenarnya bermula dari keprihatinan Widayat, yang pada saat itu sudah Pensiun dari Staf Pengajar di Fakultas Seni Rupa (FSR) Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, melihat koleksi karya-karya mahasiswa yang hanya bertumpuk di gudang, bahkan banyak yang hilang diambil orang. Peristiwa itulah yang mendorong munculnya usulan Fadjar Sidik yang lantas direalisasikannya setapak demi setapak.
Museum Seni Rupa H. Widayat berdiri diatas areal tanah seluas ± 7.000 m2 terletak di jalur wisata diantara candi Mendut dan candi Borobudur, kira-kira 2 kilometer sebelum memasuki area Candi Borobudur, tepatnya di Jl. Letnan Tukiyat 32 Kota Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Museum Haji Widayat terdiri atas 3 bangunan utama, MUSEUM H. WIDAYAT, GALERI HJ. SOEWARNI (d/h GALERI WIDAYAT) dan ART SHOP HJ. SOEMINI, serta AREA TAMAN .Bangunan museum H.Widayat terdiri dari 2 lantai. Lantai satu diperuntukan untuk memajang karya-karya H.Widayat sedang lantai 2 diperuntukan untuk memajang karya-karya seniman lain yang merupakan koleksi H.Widayat. Galeri Hj.Soewarni didirikan sebagai bentuk penghargaan terhadap istri pertama H.Widayat. Galeri ini juga menampung lebih dari 50 karya lukis dan grafis, serta lebih dari 20 karya patung dan seni instalasi. Galeri ini selain sebagai tempat untuk berpameran, workshop bagi seniman muda atau senior juga diperuntukkan untuk memenuhi keinginan para pecinta seni/kolektor yang berkeinginan untuk membeli/mengkoleksi karya-karya H. Widayat. Di galeri ini juga terdapat puluhan koleksi setrika kuno yang menambah daya tarik galeri ini. Art shop Hj.Soemini didirikan sebagai penghargaan terhadap istri kedua H.Widayat. Bangunan Art Shop Hj. Soemini terbagi atas 3 bagian, dimana ruang depan adalah tempat untuk penjualan cinderamata khas Museum H. Widayat, penjualan karya-karya seni seniman muda, dan sebagai tempat Workshop. Ruang tengah adalah ruang marmer, yang mana di ruangan ini terdapat lukisan/sketsa karya H. Widayat yang dipahatkan pada marmer dan tertempel pada dinding.
Ruang belakang adalah merupakan ruang peristirahatan yang pada konsep pembangunan adalah juga akan diperuntukkan sebagai studio tempat H. Widayat berkarya. Sementara area taman dipergunakan untuk memamerkan karya-karya outdoor.
C. Analisa Lukisan “ikan-ikan”

Saya memilih lukisan ini untuk dianalisa lebih jauh adalah karena keterkejutan saya terhadap keunikan lukisan ini. Ketika hanya memandang sekilas,lukisan ini nampak seperti coret-coretan pena biasa,bahkan lebih nampak sebagai sketsa wajah manusia dari samping atau lebih mirip pulau. Namun ketika melihat display di bawahnya menunjukan judul lukisan itu adalah “ikan-ikan” membuat saya bertanya-tanya “dimana ikannya?”. Setelah saya amati dengan lebih seksama ternyata terdapat banyak sekali gambar ikan dalam lukisan itu. Bahkan semuanya adalah gambar ikan-ikan yang saling menumpuk. Lukisan ini menggambarkan sebuah populasi ikan di bawah laut sebagai bentuk hidup dan kehidupan mereka.
Media lukisan ini adalah tinta dan kertas. Lukisan tinta lebih menarik karena pembuatannya tidak boleh diulang. Jika diulangng garis-garis yang muncul akan tampak tidak natural, berbeda dengan lukisan cat yang bisa kita tumpuk jika terjadi kesalahan. Jadi lukisan tinta adalah karya reflek dari seorang perupa. Tinta dan kertas adalah bahan yang murah, namun bisa disihir menjadi sebuah maha karya oleh H.Widayat, benar-benar merupakan contoh nyata keunikan beliau. Lukisan tinta juga lebih tahan lama dan tidak luntur.
Tidak ada komposisi warna yang menonjol dalam lukisan ini. Yang nampak adalah tebal tipisnya garis yang memberikan keselarasan bentuk. Meski ukuran objek lukisan hampir 80% dari media, namun penggunaan background putih menjadikan tampak adanya ruang yang cukup luas pada lukisan. Tekstur lukisan ini halus dan tidak jelas adanya shape dalam lukisan ini sehingga gambar yang dihasilkan nampak sebagai gambar 2 dimensi. Hubungan tiap unsur yang terlihat adalah komposisi yang saling melengkapi sehingga terlihat menarik bagi orang yang melihat lukisan tersebut.
Yang paling menarik untuk kita bahas dalam analisa lukisan ini adalah makna yang tersirat dalam bentuk visual tersebut. Pertama-tama kita akan menyoroti penggunaan ikan sebagai objek utama lukisan ini. Ikan memiliki filosofi yang menarik dalam kehidupan manusia. Ketika kita makan ikan, makanlah dagingnya dan buang durinya. Dan jika kita menyerah dengan bau amis ikan maka kita tidak akan pernah merasakan enaknya daging ikan. Filosofi yang dapat kita ambil adalah ketika kita bertemu dengan orang yang bersifat buruk, bencilah sifatnya bukan orangnya. Seperti kita memisahkan duri dari daging ikan. Sebagai makhluk sosial, kita diwajibkan untuk berinteraksi denan masyarakat. Dalam interaksi ini kita akan bertemu dengan banyak sekali jenis manusia. Tidak jarang kita menemukan orang yang bersifat atau berperilaku buruk. Namun janganlah kita menjadikan sifat atau perilaku buruk itu sebagai satu-satunya dasar dalam penilaian kita. Janganlah menyerah dengan bau amis ikan, janganlah menyerah dengan sifat atau perilaku buruk orang dan menjadikan kita membencinya. Karena ketika kita membencinya penilaian kita menjadi tidak objektif, dan ketika dia melakukan hal baik sekalipun akan nampak buruk di mata kita. Jauhi sifatnya, nasehati jika mampu namun jangan jauhi orangnya. . Lebih jauh dapat kita ambil pepatah “mutiara meski keluar dari mulut anjing pun tetap mutiara”. Meski mutiara tersebut belum bersih namun kita tidak boleh mengabaikannya. Ketika penilaian kita objektif, kita dapat mengambil hikmah dari setiap nasehat meski keluar dari orang yang palng buruk sekalipun.
Selanjutnya adalah makna yang coba saya tangkap dari penggunaan penyamaran ikan-ikan dalam bentuk yang nampak tidak beraturan. Kita tidak boleh memandang sebelah mata terhadap apapun itu. Pepatah mengatakan tak kenal maka tak sayang. Dan mungkin pepatah itu bisa juga diartikan tak sayang berarti belum kenal. Setiap manusia, seburuk apapun orang itu, masih ada hati nurani dalam dirinya yang mengerti tentang kebaikan. Karena memang itulah manusia, makhluk yang berhatinurani tidak hanya berinsting. Mereka melakukan hal buruk karena mereka tidak memahami bahwa hal itu buruk. Beruntunglah bagi kita yang mengerti maka jangan lah membenci mereka. Karena itu adalah bentuk kesombongan. Kesombongan adalah sifat dasar dari iblis. Pepatah lain yang dapat kita masukan disini adalah “don’t look a book by its cover”. Cobalah mengenali setiap manusia dari hati nuraninya bukan hanya dari yang mereka tampilkan. Maka yakinlah jika kita masih membencinya berarti kita belum cukup mengenalnya. Karena pada intinya manusia ada sebagai bentuk nyata dari cinta kasih. Manusia adalah sampel kecil dari Tuhan. Sifat manusia pada dasarnya adalah sifat Tuhan dalam skala kecil. Jika Tuhan yang Maha Mengetahui mampu mencintai setiap manusia,maka
setiap manusia memang layak dicintai.
Kesimpulan dari keindahan lukisan ikan-ikan yang merupakan koleksi museum H.Widayat ini adalah terletak pada kesederhanaan bentuk dan media lukisan ini namun menyiratkan makna yang sangat kompleks. Pesan yang ingin disampaikan adalah janganlah sombong menjadi mausia sehingga hanya menilai hanya dengan melihat sekilas. Jika kita mau mengenal dan membuka mata kita akan melihat setiap hal layak dicintai bukan dibenci.

No comments:

Post a Comment