Inspirasi tulisan ini berawal dari artikel di blog Pandji Pragiwaksono, tepatnya gini:
Yang membedakan orang terjajah dan orang merdeka, adalah pilihan
Orang terjajah tidak punya pilihan selain menjalankan perintah penjajahnya.
Orang merdeka terbuka akan pilihan (pandji.com)
Setelah baca
artikel itu, saya jadi berpikir kalau seberapa merdekanya kita bergantung pada
seberapa banyak pilihan yang kita miliki, jadi seberapa merdeka saya?
Kalau dibandingkan dari contoh yang diambil Pandji, tentang anak2 yang tidak punya pilihan harus tinggal berdesakan di gang kecil metropolitan, dengan kualitas pelayananan kesehatan dan pendidikan yang kurang, tentu saya jauh lebih merdeka. Saya punya pilihan untuk memilih sendiri mau kost dimana,mau belajar apa, dkk,,,tapi pilihan saya pun tidak tak terbatas, masih banyak yang membatasi, yah...contohnya saya tidak bisa seenaknya memilih untuk kost di tempat eksklusif dengan harga 3juta/bulan,,,atau saya tidak bisa seenaknya sendiri shopping tanpa melihat kondisi dompet. Kesimpulannya secara ekonomi, pilihan saya masih terbatas.
Kalau dibandingkan dari contoh yang diambil Pandji, tentang anak2 yang tidak punya pilihan harus tinggal berdesakan di gang kecil metropolitan, dengan kualitas pelayananan kesehatan dan pendidikan yang kurang, tentu saya jauh lebih merdeka. Saya punya pilihan untuk memilih sendiri mau kost dimana,mau belajar apa, dkk,,,tapi pilihan saya pun tidak tak terbatas, masih banyak yang membatasi, yah...contohnya saya tidak bisa seenaknya memilih untuk kost di tempat eksklusif dengan harga 3juta/bulan,,,atau saya tidak bisa seenaknya sendiri shopping tanpa melihat kondisi dompet. Kesimpulannya secara ekonomi, pilihan saya masih terbatas.
Tapi syukur, ada daftar pilihan yang tidak
bisa dibatasi bahkan oleh sang super power aka uang, dan pilihan itu adalah “believe
in your dream” or “give up”. Saya punya
banyak mimpi yang tersusun dalam target jangka menengah dan jangka panjang. Dan
untuk itu saya memilih untuk “believe in”. Saat ini saya memang belum bisa kasih
bukti yang mendukung keyakinan saya bahwa semua kan tercapai, tapi itulah
mengapa disebut keyakinan, belum terbukti tapi harus dipercaya agar menjadikannya
ada. Saya tidak akan membiarkan komentar2 pesimis orang menjajah pemikiran
saya. So I choose to keep believe in my dream. Then, how bout u? which one will
u choose?